Siang menjelang
sore, di akhir pekan entah tanggal berapa. Waktu itu cuacanya mendung, bahkan
sangat mendung. Gemuruh petir juga sekali-dua kali menggema. Tapi, hujan tak
kunjung turun juga.
Kami pun meragu,
mungkin akan sangat tidak nyaman menuju air terjun itu dengan cuaca tidak
bersahabat seperti ini. Apalagi medannya sulit dan rawan longsor. Keraguan itu
pun kami kalahkan, kami ‘nekad’ melanjutkan perjalanan.
Sebenarnya,
lupa-lupa ingat jalan menuju tempat itu. tapi, rasa penasaran kami mengalahkan
kekhawatiran akan tersesat.
Baru separuh
perjalanan, hujan yang sebenarnya tidak kami harapkan, akhirnya turun juga. Kami
terpaksa menepi sejenak.
“Kau yakin akan
melanjutkan perjalanan ini..?”
“Enatahlah..”
jawab dia meragu.”Masih jauh gak sih..?”
“Ya, kurang
lebih 4 Km lagi. Gimana..?”
“Oke, kalau
hujan mereda kita lanjutkan perjalananannya. Eh, tapi, kalau sekarang puter
balik percuma dong..” kali ini dia sambil mengusap dahinya yang basah.
“Ehmmm….”
“Kita dah basah
begini, mending di basahin aja sekalian.kita lanjutkan perjalanan ini..”
“Siapa takut..”
Rencana kami
untuk melanjutkan kembali perjalanan pun disambut baik oleh ‘langit’. Sore itu,
langit seketika berhenti menangis.
Tidak ada ‘plang’,
atau ‘gapura’ yang bertuliskan ‘selamat datang’ dan segala macam tulisan
sambutan untuk pengunjung. Ya, ini memang bukan obwis. Tapi, tempatnya tidak
kalah dengan obwis yang ada.
Berbekal
prinsip “Malu bertanya, tidak sampai air terjun” kami pun ‘bergrilya’ bertanya
kepda setiap orang yang kami temui di jalan. ada yang keterangannya jelas, dan
ada juga yang keterangannya ambigu. Syukurlah, tidak butuh waktu lama untuk
kami menemukan air terjun itu.
Jalan setapak
licin memaksa kami untuk sedikit memelankan langkah. Apalagi, tepat disamping
jalan setapak, jurang menganga sudah menyambut kami.
“Semoga tidak
ada longsor, atau kejadian mengerikan lainnya ya..”
“Ya, semoga
saja..” Dia mengamini.
Lalu, sampailah
ditempat yang sore itu kami cari. Aku masih hafal betul bagaimana ekspresinya
saat dia berada persis dibawah air terjun itu. mulutnya komat-kamit, entahlah apa yang dia katakan.
Entah komat-kamit kagum bahagia, atau komat kamit kayak ibu-ibu lagi mencak-mencak
kepada anaknya. Entahlah, suaranya dikalahkan oleh suara air di air terjun itu.
Cuma ada satu kalimat yang kudengar jelas.
“Hey, abadikan,
abadikan…”
“Apa..?”
“Abadikan..!”
Dia berteriak.
“Owh, oke…”
Lalu aku pun
menunaikan kemauannya. Mengabadikan momen langkah sore itu, tepat dibawah air terjun.
Secara alamiah dia pun melenggak-lenggokan badannya.
Sayang, langit
kembali menangis. Seolah pertanda bahwa waktu kami telah habis. Air-air yang
turun itu seolah berpesan pada dahi, pada rambut, pada lengan, pada telapak
tangan, dan tubuh kami untuk segera meninggalkan tempat itu sekarang juga.
Terlamabat, baru
saja beberapa langkah meninggalkan air terjun itu, hujan deras membasahi kami.
Tak apa, kata perempuan itu. “Sekarang kita pulang…”
###
Ini tentang
perjalanan yang kami sebut dengan ‘Nekad Traveler’. Atas dasar ‘nekad’ melawan
segala keadaan. Cuaca yang tidak bersahabat, jarak yang melelahkan, bahkan
badget yang tidak memungkinkan untuk sebuah perjalanan. Semuanya kami lawan.
Mungkin ceritanya
baru sampai di #NekadTraveler part 3, tapi keyakninan kami mengatakan, masih
banyak part-part yang lainnya. Semoga
saja.
Entahlah, bisa
saja kelak kami masih bersama meniti perjalanan bertema ‘nekad’ ini, sampai
tua. Tapi bagaimanapun juga Tuhan yang akan berkehendak, kami hanya bisa
berharap. Bisa saja, kelak kami sendiri-sendiri menikmati #NekadTraveler atau
bahkan bersama orang lain. Kemungkinan itu selalu ada.
“Lalu apa arti
#NekadTraveler ?” tanyaku penasaran.
Jawabnya ini
tentang ‘Quality-time’. Mungkin hanya momen seperti ini yang bisa menjebak kita
untuk berlama-lama bersama. Kesibukanku terlalu kejam, katanya.
Benar saja,
disinilah kita banyak bercerita satu sama lain. Tentang kelurga, kuliah,
kerjaan, harapan-harapan masa depan, dan hal-hal remeh yang ada dihadapan kita
pun tidak luput dari bahan pembicaraan.
Aneh, begitulah
kami. Mau gimana lagi, dapetnya begini. *loh
“Menurut kamu, apa
jadinya jika #NekadTraveler dihentikan..?”
Jawabnya singkat.
“Atas nama apapun, itu adalah keputusan yang paling kejaaaaaaaam....!”
(Setidaknya huruf ‘a’nya sebanyak itu, iya yang kudengar dari tinggi nadanya
begitu..) *kedipin mata*
Ya, begitulah arti
pentingnya #NekadTraveler bagi kami. Ini tentang waktu luang, dan kesempatan
untuk saling bercerita lebih lama tanpa batasan jarak. Bercerita tepat persis
di depan sepasang mata bulatnya. Ini sangat berarti.
“Terus apa
lagi...?” itulah pertanyaan kami setiap materi perbincangan kami habis.
“Yang jelas, kita
harus menciptakan sesuatu yang memorable kedepannya..”
Entahlah, ini
masih menjadi materi pembicaraan kami. Wujudnya seperti apa yang memorable, masih abu-abu. Biar perjalanan
yang akan menunjukan seperti apa sesuatu yang ‘memorable’ itu.
###
“Pulanglah, wajahmu
sangat lelah. Lihat, debu-debu jalanan sudah membuat muka kita sangat
lusuh. Istirahatlah, besok kita akan
kembali ke rutinitas sendiri-sendiri. Lalu, ceritakan pada mereka apa adanya,
kenapa kamu basah kuyup, kenapa mukamu berminyak, kenapa kamu terlihat lelah.
Ceritakan, ceritakan saja, karena ini adalah sebuah perjalanan..”
Sampai bertemu di
kesempatan #NekadTraveler selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar