Jika
saya tanya, apa sih acara tv yang paling
berpengaruh untuk saat ini selain acara joget-jogetan dan tukang bubur naik
daun..?
Pasti
dengan kompak, kalian akan menjawab.
GGS
!!!!
Ganteng-ganteng
Seringgila ! Eh bukan, Serigala maksudnya.
Saking
berpengaruhnya, sekarang semua orang-orang disekitar saya rusak gara-gara
sinetron itu ! Terutama,anak-anak.
Banyak
anak-anak kecil tetangga saya yang keranjingan dengan sinetron itu. Terbukti,
sekarang gaya hidup anak-anak tetangga saya sudah tidak lagi sewajarnya
anak-anak.
Dari
yang tadinya, pulang ngaji langsung main bola. Sekarang beda. Mereka lebih
milih bermain ‘peran’ serigala-serigalaan. Mereka mengelompok, lalu salah satu
memulai ‘akting’ mengaung, dan teman lainnya kompak mengikutinya. Aungannya
persis seperti serigala kehabisan paket internet bulanan.
(Emang,
ada ya serigala yang berlangganan paket internet ?)
Kalau
saya dengerin sih, aungan mereka sama sekali gak menggambarkan serigala. Tapi
lebih mirip suara bencong kebanyakan ngirup gas beracun. Niatnya sih serem, eh
jatohnya jijik. Yaudah, namanya juga anak kecil.
Hampir
setiap hari, saat saya pulang ngajar, anak tetangga pasti lagi mengaung. Saya
tidur siang, bangun sore harinya, mereka masih tetap mengaung. Saat saya mau
berangkat siaran, mereka juga masih tetap mengaung. Begitu seterusnya, sampai
kiamat.
Gue
gak tahu sampai kapan mereka akan berhenti mengaung. Kadang, kalau kesabaran
saya sudah habis, saya berdoa jelek :
Tuhan... ambil mereka
Tuhan....!!
Fix, saya
seperti tinggal di kampung yang penuh dengan mutan.
Serem
?
Iya,
serem. Serem kalau saya ketularan begitu juga.
Luar
biasa memang, pengaruh sinetron GGS.
Namun
ada kalanya juga sih menemui momen anak-anak tetangga tidak lagi mengaung.
Mereka tidak mengaung, tapi menyanyi. Tepatnya, menyanyikan lagu-lagu original soundtrack sinetron itu. Kabar
baiknya : mereka hafal betul dengan lagunya. Kabar buruknya : kualitas suaranya
fals campur parau.
Kemarin,
saya dengerin mereka nyanyi sampai selesai. Tau-tau kuping saya berdarah. Mungkin
kalau saya dengerin sekali lagi pada kesempatan berikutnya, gendang telinga
saya jebol !
Sempat
saya berpikir, mungkin mereka sudah kehilangan pita suara. Gara-gara kebanyakan
mengaung. Kasihan, mereka harus kehilangan suara di usia sebelia itu.
Kampretnya
adalah, keponakan saya ketularan juga. Oke, meskipun saat sedang berada
disamping saya, si Keponakan tidak pernah mengaung. Tidak mengaung bukan karena
takut dengan saya, tapi lebih karena minder.
Soalnya saya mengaku Raja Serigala, dan dia bawahannya.
(Eh,
saya ketularan juga kan !!)
Pada
suatu sore saya ingin mengajak si Keponakan untuk JJS.
Saya : “Dek, JJS yuk...” kata saya dengan semangat penuh kebapak-an.
Ponakan
: “JJS.....?” tanya si Keponakan polos.
Saya : “Iya, JJS. Tahu kan, JJS..?”
Ponakan
: “Owh, JJS. Iya.. iya.. iya.. asyik...”
Akhirnya
si Keponakan ‘ngeh’ juga.
Saya : “Nah itu tahu JJS...” Saya merasa lega.
Ponakan : “JJS... Jalan Jalan Serigala
kan...” kata Keponakan enteng tanpa merasa berdosa.
Saya
denger Keponakan bilang gitu. Huft, bawaannya saya pengin jalan-jalan wisata
ziarah ke KPI (Komisi Penyiaran Indonesia). Berkabung atas begitu banyaknya
korban dari acara-acara gak mutu.
Ternyata,
keresahan-keresahan semacam itu gak hanya dirasakan oleh saya. Teman kuliah
saya juga merasakan keresahan yang sama. Kebetulan doi orangnya pemalu, jadi
hanya mau disebutin inisialnya saja. Inisialnya ‘A’ tepatnya ‘Arum’. *eh
kelepasan
Doi
curcol tentang anak didiknya. Kebetulan doi dah ngajar juga di salah satu SD
ternama di Planet Mars. Doi prihatin dengan sikap anak didiknya, terutama yang
anak kelas 1. Saat istirahat, anak didiknya tidak lagi bermain sebagaimana
layaknya anak seorang manusia.
Jadi
saat istirahat sela-sela pelajaran, anak didiknya tidak lagi bermain kasti,
sepak bola, dan permainan anak kecil lainnya. Tapi, mereka lebih memilih
bermain akting ‘gigit-gigitan’ ala drakula.
Semua
anak didiknya saling mengigit leher satu sama lain.
(Saya
mencoba membayangkan, tapi yang ada dipikiran saya malah lebih mirip adegan
asusila ‘nyupang’ ala anak SD. Oke fokus..)
Alhasil,
si Arum pun sedih melihat tingkah anak didiknya. Padahal saat kuliah dia
berharap bisa mengajar di kelas anak-anak yang lucu dan menggemaskan. Tapi
kenyataannya, malah dia mengajar di kelas anak drakula.
Kasihan.
Kabar
terakhir yang saya dengar dari Arum sih, dia masih hidup. Persisnya saya gak
tahu, apakah dia sudah menjadi salah satu korban gigitan anak didiknya apa
enggak. Semoga dia baik-baik saja disana..
Amien.
Saya
yakin, diluar sana masih banyak yang merasakan keresahan-keresahan yang sama.
Seperti yang saya dan Arum rasakan.
Lagi-lagi
gara-gara acara TV. Sebegitu kuatnya TV mempengaruhi anak-anak. Terlebih
anak-anak adalah masa yang dalam ilmu sosiologi disebut dengan istilah fase
imitasi. Pada fase ini, anak-anak akan meniru orang-orang disekitarnya (dari
apa yang dia lihat).
Saya
akui, dulu pun saya mengalami fase itu. Fase bermain peran, meniru apa yang
saya lihat. Tapi, dulu kan bermain perannya masih logis. Berperan penjahat dan
pahlawan. Lah sekarang ? Bermain peran manusia Serigala dan Drakula !
Bahkan,
konon ada lagi acara TV yang entah namanya apa, pacarku manusia harimau atau
manusia macan, saya gak tahu persisnya. Terus konon akan ada juga sinetron 7
manusia harimau. Makin aneh lagi ternyata. Mungkin pemeran utama serial tv itu
kecilnya kebanyakan makan biskota, eh bukan, biskuat ding.. dan gedenya jadi
manusia harimau.
Tanpa
sadar, adik-adik kita sedang dilatih untuk ‘tidak pede’ sebagai manusia
seutuhnya. Tidak pede sebagai manusia yang notabene adalah mahluk paling
sempurna. Adik-adik kita lebih merasa ‘keren’ saat bisa menjadi seperti
‘manusia serigala’.
Dulu,
saya merasa keren saat saya bisa berlaga seperti super hero dalam negeri macam
‘Wiro Sableng dan Gatot Kaca’ menolong orang-orang yang tertindas. Sedangkan sekarang
adik-adik kita lebih merasa keren saat berlaga seperti manusia jadi-jadian yang
tidak lagi berjuang atas nama keadilan, tapi lebih karena percintaan.
Jangan
kaget kalau kelak mereka akan menjadi generasi yang serba hitung-hitungan,
menolong tapi ada maunya, tidak ada lagi semangat ‘heroik’ di dalam hatinya.
So, kita
jangan terlalu banyak menaruh harapan sama pihak KPI agar menghentikan
acara-acara semacam itu. Karena itu adalah hal yang mustahil akan terjadi. Mustahilnya
sama kayak kita berharap kepada Syahrini untuk berhenti pake bedak.. jangan
harap deh.
Banyak
lobi-lobi kepentingan bisnis didalamnya, tidak peduli berapa banyak korban dari
acara-acara murahan itu. (Kabarnya juga, Spongebob belum lama ini di’block’
dari TV).
Lalu
siapa lagi yang bisa menghentikan semua ini. Kita ! kita sebagai orang tuanya,
kakaknya, ataupun saudaranya lah yang bisa meng-ngerem ini. Kita kawal perkembangan anak-anak kita. Jangan sampai
tumbuh menjadi generasi-generasi yang ‘menakutkan’.
Pilihlah
acara-acara TV yang membimbing anak-anak. Dampingi mereka saat menonton TV.
Berikan terus ‘petuah-petuah’ kepada mereka supaya perkembangan mereka terjaga.
Finally, gara-gara
serigala.. kita harus segera melakukan hal itu mulai sekarang juga !! Sebelum
semuanya terlambat...
See
u next post...