Segelas
white-coffee baru saja gue habiskan.
Tidak terasa cepat sekali gue menghabiskan kopi ini, tidak seperti biasanya.
Mungkin secepat pertemuan gue dengan sahabat lama.
Namanya
Rizal (nama gue samarkan). Bukan temen deket gue sebenernya. Cuma setiap kali
kita bertemu, pasti kami bercerita banyak hal. Semuanya kita omongin, ceritanya
‘ngalor-ngidul’ mulai dari cerita a,
cerita x, dan cerita xxx semuanya jadi omongan. *eh
Yang
tidak berubah dari Rizal adalah kebiasaannya bercerita tentang masa lalunya
(baca: mantan). Masalah Doi dari masa SMA sampai sekarang kuliah ternyata masih
sama. Mantan, baginya menjadi momok yang sangat menakutkan. Doi jadi susah move on, dihantui rasa bersalah, dan
hidup bawaannya gak nyaman banget. Apalagi, sekarang doi satu kampus dengan
mantan. Mampus gak lo..
Dulu,
si Rizal mutusin ceweknya karena orangnya dramatis abis. Doi ngaku gak nyaman
banget pacaran sama cewek kayak gitu. Celakanya lagi, cara mutusinnya mendadak,
pas Ceweknya lagi cinta-cintanya, maklum waktu itu baru jadian. Gue lihat waktu
itu, ceweknya sebenernya cinta banget sama Rizal.
Alhasil,
ceweknya sampai sekarang gak mau temenan ‘lahir-batin’ sama Rizal. Meskipun
sekarang satu kampus, tetep aja tiap Rizal dan temen-temen lain ngumpul bareng
komunitas alumni SMA di Kampus, ceweknya ‘cuek’ tingkat ‘profinsi’, seolah gak
pernah kenal sama Rizal.
Kemarin,
doi ngaku “Gue ngerasa bersalah banget pernah ‘mutusin’ dia. Sekarang, dia
sudah banyak berubah, tidak lagi dramatis, dewasa banget, dan adem kalo
diliat...” Rizal nunduk lemes.
“Mampus..!
sekarang lo nyesel kan..?” Gue mencibir. “Padahal, dulu yang perlu lu lakuin
adalah menerima kondisi dia apa adanya dulu. Soal dia mau berubah apa enggak,
biar waktu yang merubahnya..” Kali ini gue sok-sok an bijak ngomongnya.
“Iya
sih, nyesel banget gue sumfeeeh..!”
Gue
mencoba menenangkan Rizal. Dan tidak lama kemudian kami berpelukan seperti Lala
‘teletabis’ dan Dipsy ‘teletabis’ yang baru bertemu. Astaghfirulloh...! Adegan
macam apa ini. Cuiiiih..!
Kasihan
Rizal, sudah hampir 5 tahun kami tidak bertemu, beberapa waktu yang lalu
bertemu, dan masalahnya masih sama: yaitu mantan.
Sejurus
kemudian gue jadi inget dengan tetangga blog gue juga mengalami hal yang sama.
Dicampakan mantan, ditelantarkan begitu saja. Tragisnya gak beda jauh lah, atau
bahkan mungkin dia lebih tragis, dan endingnya ‘nangis-nangis’. Duh kasian..
*eh pissss ya..! *hug*
Setelah
gue selesai ‘ngopi-ngopi cantik’, gue langsung ke dapur mencuci cangkir. Waktu
gue mencuci cangkir, mendadak ada ‘kecoa’ terbang melintas persis di depan mata
gue. Tahu ada kecoa terbang mengejek, langsung gue kejar kecoa itu. Gue ambil
sandal, siap-siap bakal gue ‘tabok’ tu kecoa.
Perjuangan
dengan semangat 69 gue yang membara tidak sia-sia. (Eh, 45 kaeleuss, bukan 69)
Kecoa berhasil gue tabok dengan ‘maco’ dan benar saja kecoa langsung tergletak
tidak berdaya di lantai.
‘Makannya,
jangan berani-beraninya ngejek gue loh. Tahu akibatnya kan, sekarang lu
‘metong’...!’
Kecoa
gue biarkan saja tergletak dilantai. Biarlah, nanti juga ada semut yang bergerilya
mengurus jasadnya. Gue pun berbalik badan, melanjutkan mencuci cangkir kopi gue
yang tadi tertunda. Gue mencucui cangkir sambil bersiul-siul kemenangan, mata
gue sekali dua kali melihat kearah kecoa yang mati.
‘Sh*****t..!’
kecoanya bergerak. Belum mati, dan tidak lama kemudian berlari dengan gesitnya,
seolah tidak pernah mengalami ‘tabokan’ mematikan gue.
Gue
berusaha mengejar. Tapi, terlambat, start lari gue kalah. Dan kecoa dengan
ukuran 1.5 cm berhasil melarikan diri ke bawah rak dari kejaran manusia
bertinggi 160 cm. “Kampreeeet...! lu lolos ya...” gue emosi.
“Eh,
gue bukan kampret bego..! gue kecoa..!” terdengar teriakan daari bawah rak.
“Eh,
maap. kecoooooa lo...!” gue emosi.
(eh,
ini ada kecoa bisa protes ya. Aneh...!)
Sejak
kejadian itu, gue emosional sama hewan bernama ‘kecoa’. Sialan, gue di
‘kadalin’ sama kecoa. Gue anak kuliahan coy..! masak dikibulin sama kecoa.
Hebat banget dia, kuliah dimana coba kecoa itu. UGM ? Enggak kan.
Akhirnya
gue teringat dengan salah satu ‘lead-comment’
materi siaran. Jadi inti materinya begini: Kecoa adalah hewan yang suka
berpura-pura mati.
Gue
menelan ludah.
Rasa
penasaran gue pun membuncah. Mendadak, gue jadi suka mempelajari tentang kecoa.
Satu per satu fakta tentang kecoa, gue palajari. Dan yang paling gue perhatikan
adalah kebiasaan kecoa yang bikin gue sakit hati : pura-pura mati.
Ternyata,
kecoa memiliki pelindung yang
cukup kuat untuk
menahan serangan. Jadi, kecoa tidak akan mati hanya dengan sekali serang. Sekalipun yang ‘nabok’ kecoa itu adalah Agung Hercules sambil bawa barbel dan nyanyi lagu Astuti, tetep aja kecoa gak mati. Gila, sialan banget ya. Konon pelindung yang ada di tubuh kecoa bagaikan pasukan berkuda yang mengenakan baju baja.
menahan serangan. Jadi, kecoa tidak akan mati hanya dengan sekali serang. Sekalipun yang ‘nabok’ kecoa itu adalah Agung Hercules sambil bawa barbel dan nyanyi lagu Astuti, tetep aja kecoa gak mati. Gila, sialan banget ya. Konon pelindung yang ada di tubuh kecoa bagaikan pasukan berkuda yang mengenakan baju baja.
Intinya mereka hanya akan berpura–pura mati dan
akhirnya melarikan diri. Bahkan mereka juga dapat hidup dalam keadaan yang
cukup menyedihkan akibat serangan tersebut.
*mrinding
disko*
Gue
geleng-geleng, di depan laptop. Mendakak, gue jadi menghubung-hubungkan antara Mantannya
Rizal, mantannya tetangga blog gue , dan perilaku aneh kecoa.
Seorang
mantan, gue pikir-pikir kebanyakan sudah menjelma menjadi manusia setengah
kecoa. Mereka menjadi manusia yang ‘pura-pura mati’. Yang gue maksud mati
disini bukan orangnya, tapi ‘mati’ hatinya. Pasca putus, mantan menjadi manusia
yang penuh dengan kepura-pura an.
Ketemu
dijalan, pura-pura gak pernah kenal, pura-pura gak mau nyapa, dan segala macam
kepura-pura an lain. Ini bisa karena emosi, gengsi dan alasan ‘dramatis’ lainnya.
Dan
‘kepura-puraan’ ini pun membuat siapa saja gak nyaman. Apalagi kalau posisinya
lo dan mantan pacar lu sekelas, sekampus, dan sekantor. Duh, gue sebut ini sebagai
‘Awkward-Moment’ Stadium akhir. Gue
ngebayangin kalau terjebak dalam kondisi seperti itu, asli gak nyaman banget.
Gue
pun berpikir lagi, kenapa sih ‘mantan’ menjadi manusia setengah kecoa. Apa iya,
lo (baca: mantan) gak bisa maafin pacar lo. Entah apa masalahnya sampai kalian
seperti itu, entah dikhianati, entah dicuri sesuatu yang berharganya, atau
apalah. Oke, gue tahu teori ‘maafin’ memang gak mudah prakteknya. Tapi, coba
deh sekali waktu ketika lo ketemu, berpapasan di jalan, lo yang tadinya ‘cuek
bebek’ sekali-kali sunggingkan senyum, disapa, atau apalah.
Hey
mantan-nya Rizal, coba deh pas di kampus ngumpul-ngumpul bareng alumni SMA.
Sekali-kali sapa si-Rizal ‘Hey, gimana kuliahnya.?’ ‘Gimana kabarnya..?’
pertanyaan se-simpel ini bisa sangat ‘melegakan’ perasaan Rizal.
Ketahuilah
hey mantan Rizal, mantannya tetangga blog gue, dan mantan-mantan yang lainnya,
walaupun itu hanya sedikit. Itu sangat berkesan. Setidaknya lo sudah
meringankan ‘perasaan’ bersalah orang lain, dan mereka bahagia bisa melihat lo
ada itikad untuk berubah.
Sekarang,
terserah lo, mau mulai sedikit berubah menjadi manusia yang seutuhnya, manusia
yang mau menyapa, menjaga silaturhami, dan menghormati perasaan orang lain.
Atau lo tetep egois, menjadi manusia setengah kecoa yang selalu ‘pura-pura
mati’.
Yakin
lo bakal nyaman begitu terus ? Kecoa aja gue rasa gak bakal nyaman ketika
mereka menggunakan ‘trik pura-pura mati’ terus-terusan. Artinya, kecoa bakal
terancam mati lagi, dan mendapat ‘tabokan’ yang lebih keras lagi. Ya, meskipun
kecoa bisa ‘hidup’ dalam keadaan yang menyedihkan itu. Tapi ya tetep aja, kecoa
juga ‘manusia’, eh bukan, kecoa juga ‘kecoa’ yang punya perasaan, dan punya hak
untuk hidup tidak mau disakiti. Tapi, mau gimana lagi, lah itu jalan hidup
kecoa.
Dan
sekarang, tinggal lo hey mantan yang secara lahiriah adalah manusia. Lo mau
mengikuti jalan hidup kecoa ? ngaku aja deh, pasti gak mau kan. Karena gue
yaqqin hidup kayak gitu tuh gak ‘nyaman’. Hey, lu itu bukan kecoa yang bisa
terus-terusan hidup dalam kondisi yang ‘menyedihkan’. Lu tuh manusia yang pasti
ingin hidup bahagia.
Jadi
,mulai sekerang kembalilah ke jalan yang benar dan bangun pikiran yang positif.
Duduk dan renungkan. Cobalah sejenak menjadi personel band The Rain yang dengan gagahnya menyanyikan lagu ‘Terlatih Patah
Hati’:
Aku sudah mulai lupa
Saat pertama rasakan lara
Oleh harapan yang pupus
Hingga hati cedera serius
Terima kasih kalian
Barisan para mantan
Dan semua yang pergi
Tanpa sempat aku miliki
Album indexliriklagu.info
Tak satupun yang aku sesali
Hanya membuatku semakin terlatih
Saat pertama rasakan lara
Oleh harapan yang pupus
Hingga hati cedera serius
Terima kasih kalian
Barisan para mantan
Dan semua yang pergi
Tanpa sempat aku miliki
Album indexliriklagu.info
Tak satupun yang aku sesali
Hanya membuatku semakin terlatih
Jreeeeeeng….!
Sekian.
Semoga bisa mencerahkan ‘hati’ yang gelap.
See U Next Post...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar